“Jangan sekali-kali melupakan sejarah.” Kalimat ini diungkapkan oleh Bapak Pendiri Bangsa, Ir. Soekarno, dalam pidatonya yang terkenal, "Jas Merah." Pidato tersebut secara eksplisit menggambarkan betapa pentingnya sejarah dalam membentuk masa depan yang lebih baik. Dari sejarah, kita dapat belajar dan mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa yang telah terjadi.
Asal Usul Desa Paal
Sejarah Desa Paal bermula dari sekitar abad ke-18, ketika pusat pemerintahan masih dipegang oleh Kerajaan Kesultanan Sintang dan Kerajaan Kesultanan Kota Waringin (sekarang bagian dari Kalimantan Tengah). Wilayah Desa Paal, yang mencakup sebagian Desa Tanjung Niaga, dulunya menjadi daerah penyangga antara kedua kekuatan kerajaan yang saling berebut wilayah.
Dengan letaknya yang strategis di antara dua sungai, yaitu Sungai Pinoh dan Sungai Melawi, Desa Paal sangat cocok dijadikan pusat perdagangan dan persinggahan para pedagang dari hulu sungai maupun hilir. Pada masa itu, transportasi sangat bergantung pada jalur sungai.
Makna Nama “Paal”
Nama "Paal" secara harfiah berarti “tapal batas,” yang menandakan batas wilayah kampung sejauh satu kilometer. Dulu, terdapat tapal batas yang terbuat dari kayu belian yang dipasang di dekat muara Sungai Belian. Sejak saat itu, warga yang menuju “tapal batas” tersebut mulai menyebut tempat itu dengan nama Paal, dan nama ini terus digunakan hingga sekarang.
Perkembangan Ekonomi dan Pemerintahan
Dalam urusan pemerintahan desa, kehadiran komunitas Tionghoa yang menempati daerah “Tanjung” (sekarang Desa Tanjung Niaga) berkontribusi terhadap aktivitas perdagangan untuk menampung hasil alam dari daerah hulu sungai. Seiring waktu, wilayah ini berkembang menjadi pusat perdagangan dan ekonomi, yang menarik penduduk dari “Liang” (sekarang Desa Tekelak dan Desa Melawi Kiri Hilir) untuk pindah ke dekat pusat perdagangan di Daerah Tanjung dan Paal.
Kedatangan Pemerintah Kolonial Belanda pada abad ke-18 menambah kepentingan wilayah ini. Belanda mendirikan Pusat Pemerintahan (Tangsi) di daerah “Saka Dua,” di mana Sungai Pinoh dan Sungai Melawi bertemu. Hal ini menjadikan Paal sebagai pusat perdagangan dan pemerintahan di Distrik Melawi.
Perubahan Status Desa
Pada tahun 1989, Kampung Paal resmi berubah status menjadi Desa Paal. Secara geografis, desa ini berada di pinggiran Sungai Melawi dan merupakan salah satu desa tertua di Kecamatan Nanga Pinoh, dengan luas awal desa satu paal (1 kilometer). Saat ini, luas Desa Paal mencapai 5,41 km².
Daftar Kepala Kampung yang Pernah Memimpin Desa Paal
Seiring dengan bertambahnya jumlah warga, pemerintahan kampung pun diperlukan. Berikut adalah beberapa nama yang pernah menjabat sebagai Kepala Kampung Desa Paal: